Post Terbaru

Keluar dari Mode Demo Sony TV Bravia

Suatu hari Paman saya memanggil saya ke rumahnya. Beliau ternyata ingin memperlihatkan TV baru yang baru seminggu dibeli. Paman terlihat sangat senang karena bisa menonton acara kesukaannya lagi dengan nyaman, maklum saja sebelumnya beliau harus menonton melalui TV lama yang sering kedap-kedip minta pensiun. Saya lihat beliau membeli sebuah TV merk SONY type Bravia.



Karena terlalu bersemangat menunjukan kepada saya, entah tombol apa yang ia tekan pada remote TV sehingga tiap beberapa detik muncul "menu" di layar sebelah atas, kemudian berganti tulisan “Demo Mode (Loop)” di bagian bawah disertai kotak transparan setengah layar.



Hal yang cukup mengganggu pemandangan karena membuat layar menjadi terlihat sempit. Karena Paman bingung, kemudian ia meminta saya untuk menghilangkan tampilan itu.


Saya mencoba mengotak-atik remote TV untuk mengembalikan tampilan TV kembali seperti semula, terpikir untuk memijit option "Factory Setting" untuk mengembalikan settingan TV ke settingan awal tapi khawatir kalau Paman nanti harus sibuk dan bingun men-setting ulang display yang sudah dilakukan sebelumnya. aya juga membaca buku petunjuk tetapi tidak menemukan bagaimana keluar dari Mode Demo yang menjadi masalah.

Untungnya saya sedang membawa mini laptop dan tentu saja Engkong Google sepertinya bisa menjadi solusi buat masalah yang saya hadapi. Beberapa solusi saya telusuri sampai akhirnya terhenti pada video di Youtube yang memberikan instruksi untuk menekan tombol "Home" di TV (bukan di Remote control). Tekan tombol Home ini selama kurang lebih 5 detik sampai muncul notifikasi "Demo Mode : Off". Dan masalah Di TV Sony Bravia pun beres! :)





Istri yang Tidak Pandai Memasak

Bangun di subuh hari saat udara dingin membuatku sedikit menggigil, tapi kuabaikan saat kulihat Ibuku sedang sibuk memasak di dapur. "Mau masak apa, Bu? Mau enggak kubantu?" Tanyaku sambil melihat bumbu-bumbu. "Ini lagi masak gurami goreng, sama sambal tomat kesukaan Bapakmu." Sahut ibuku.

http://www.iwansetiawan.com/2016/03/istri-tidak-pandai-masak.html

"Alhamdulillah, enak sekali dong pasti masakan Ibu." Kataku sambil membantunya mengambil air untuk mencuci piring yang masih kotor. Setelah terdiam sesaat Aku berkata lagi "Bu, calon istriku sepertinya dia
tidak bisa masak lho."

"Iya terus kenapa?" Sahut ibu sambil terus mengulek sambel tomat.  "Ya tidak kenapa-kenapa sih Bu, hanya cerita saja, biar Ibu tak kecewa, hehehe."

"Apa kamu pikir bahwa memasak, mencuci, menyapu, mengurus rumah dan lain lain itu hanya kewajiban wanita?" Aku menatap ibu dengan pandangan tak mengerti. Lalu beliau melanjutkan, "Ketahuilah Nak, itu semua adalah kewajiban lelaki. Kewajiban kamu nanti kalau sudah memiliki istri." Katanya sambil menyentil hidungku.

"Lho, bukankah Ibu setiap hari melakukannya?" Aku masih tak paham juga.
"Kewajiban istri adalah taat dan mencari ridho suami." Kata ibuku. "Karena Bapakmu mungkin tidak bisa mengurusi rumah, maka Ibu bantu mengurusi semuanya. Bukan atas nama kewajiban, tetapi sebagai wujud cinta dan juga wujud istri yang mencari ridho suaminya."

Wajahku makin memperlihatkan ketidakpahaman, dan ibu mengerti sekali muka bengong seperti itu yang berarti prosesor di kepalaku sedang rada lelet.

"Baiklah, Cah bagus, ini ilmu buat kamu yang akan menikah nanti." Beliau berbalik menatap mataku. "Menurutmu, pengertian nafkah itu seperti apa? Bukankah kewajiban lelaki untuk menafkahi istri? Baik itu sandang, pangan, dan papan?" Tanya ibuku.

"Iya tentu saja Bu." Kataku pendek.

"Pakaian yang bersih adalah nafkah. Sehingga mencuci adalah kewajiban suami. Makanan adalah nafkah. Maka kalau masih berupa beras, itu masih setengah nafkah. Karena belum bisa di makan. Sehingga memasak adalah kewajiban suami. Lalu menyiapkan rumah tinggal adalah kewajiban suami. Sehingga kebersihan rumah adalah kewajiban suami."

Mataku membelalak mendengar uraian ibuku yang cerdas dan kebanggaanku ini.
"Waaaaah, sampai segitunya bu? Lalu jika itu semua kewajiban suami. Kenapa Ibu tetap melakukan itu semuanya tanpa menuntut Bapak sekalipun?"

"Karena Ibu juga seorang istri yang mencari ridho dari suaminya. Ibu juga mencari pahala agar selamat di akhirat sana. Karena Ibu mencintai Ayahmu, mana mungkin Ibu tega menyuruh Ayahmu melakukan semuanya. Jika Ayahmu berpunya mungkin pembantu bisa jadi solusi. Tapi jika belum ada, ini adalah ladang pahala untuk Ibu."

Aku hanya diam terpesona. "Pernah dengar cerita Fatimah yang meminta pembantu kepada Ayahnya, Nabi Muhammad SAW, karena tangannya lebam menumbuk tepung? Tapi Nabi tidak memberinya. Atau pernah dengar juga saat Umar bin Khatab diomeli Istrinya? Umar diam saja karena beliau tahu betul bahwa wanita kecintaannya sudah melakukan tugas macam-macam yang sebenarnya itu bukanlah tugas si istri."

"Iya Bu...." Aku mulai paham,

"Jadi laki-laki selama ini salah sangka ya Bu, seharusnya setiap lelaki berterimakasih pada istrinya. Lebih sayang dan lebih menghormati jerih payah Istri." Ibuku tersenyum. "Eh. Pertanyaanku lagi Bu, kenapa Ibu tetap mau melakukan semuanya padahal itu bukan kewajiban Ibu?"

"Menikah bukan hanya soal menuntut hak kita, Nak. Istri menuntut suami, atau sebaliknya. Tapi banyak hal lain, menurunkan ego, menjaga keharmonisan, saling menghormati, kerja sama, kasih sayang, cinta, dan persahabatan. Menikah itu perlombaan untuk melakukan yang terbaik satu sama lain. Yang Wanita sebaik mungkin membantu suaminya. Sang suami sebaik mungkin membantu istrinya. Toh impiannya rumah tangga sampai Surga."

"Masya Allah, eeh kalo calon istriku tahu hal ini lalu dia jadi malas ngapa-ngapain, gimana Bu?"

"Wanita beragama yang baik tentu tahu bahwa ia harus mencari keridhoan suaminya. Sehingga tidak mungkin setega itu. Sedang lelaki beragama yang baik tentu juga tahu bahwa istrinya telah banyak membantu. Sehingga tidak ada cara lain selain lebih mencintainya."
 
Proudly powered by Blogger Template by Creating Website
Iwan Setiawan Blog Sitemap
© www.iwansetiawan.com All Rights Reserved
Februari 2016