Saat selesai dan membereskan makan malam bersama sekeluarga, seorang istri bertanya pada suaminya yang sedang bersantai menonton sebuah acara di televisi. Awalnya ia tak terlalu menanggapi pertanyaan istrinya, karena perhatiannya masih tertuju pada televisi di depannya.
Tetapi ketika istrinya bertanya lagi ia tidak bisa mengabaikannya karena ia melihat istrinya sudah mengambil posisi mengancam sambil memegang remote siap mematikan televisi. "Rasanya sudah lama sekali engkau tidak mengajak makan malam seorang wanita yang lain."
Sambil tersenyum suaminya bertanya "Siapa ya, dik? Rasanya tidak ada wanita lain selain kamu?"
Istrinya tersenyum sambil menjawab "Wanita lain yang saya maksud adalah ibumu, Mas. Wanita yang selalu sabar dan setia menyiapkan, menyuapi dan menemani makanmu saat masih kecil."
Jawaban istrinya membuat ia kaget karena selama pernikahan mereka yang sudah berusia 10 tahun lebih ia belum pernah mengunjungi ibunya. Kalaupun ingat ia paling hanya menelpon menanyakan kabar. Tidak pernah terpikir untuk bertemu, mengajak keluar jalan, atau meluangkan waktu untuk berbicara berdua.
Istrinya berkata lagi ”Selama kita menikah, rasanya tak pernah engkau mengunjungi ibumu walau sejenak saja, hubungi beliau dan ajaklah makan malam berdua, luangkan waktumu untuknya.” Suaminya terlihat bingung, tetapi ia menyetujui saran istrinya.
Maka esoknya ia menelpon ibunya, menanyakan kabar dan berkata "Ibu, nanti malam saya datang. Bagaimana menurutmu jika nanti malam kita jalan dan makan malam di luar."
Ibunya heran karena baru kali ini anaknya mengajaknya makan di luar, ”Anakku, apakah ibu tidak salah dengar?"
”Tidak, Bu.” Jawabnya singkat.
Berulang kali sang ibu bertanya untuk meyakinkan dirinya. "Mengherankan anakku! Ibu begitu tak percaya namun sangat bahagia mendengar kabarmu. Baiklah Ibu akan bersiap dan menunggumu di rumah."
Ibunya adalah seorang janda, ayahnya telah lama wafat, dan anak lelakinya teringat padanya setelah 10 tahun lebih pernikahannya. Hal tentu sangat membahagiakannya, karena telah begitu lama waktu yang ia lewati dalam kesendirian. Dan datanglah hari ini, hari dimana anaknya menghubunginya dan mengajaknya keluar jalan dan makan bersama. Seolah tak percaya, diapun sudah menyiapkan dirinya bersiap sebelum malam tiba. Tentu, dengan perasaan bahagia yang meluap-luap menanti kedatangan anaknya.
Ketika malam tiba, Si Ibu sudah tak sabar menunggu kedatangan anaknya, sesekali ia menengok jendela bila ada kendaraan yang lewat, mengira dan berharap anaknya telah tiba. Dan ketika sebuah mobil memasuki halaman rumahnya ia segera membuka pintu dan menuju teras menyambut sang anak yang dirindukannya. Wajah Si Ibu dipenuhi sinar kebahagiaan, Ia tertawa dan memberi salam pada sang anak, memeluk dan menciumnya sambil berkata, “Anakku, tidak ada seorang pun dari tetanggaku yang tidak mengetahui kalau aku akan keluar bersamamu malam ini, saya telah memberitahukan pada mereka semua, dan mereka menunggu ceritaku sepulang nanti.”
Setiba di sebuah restoran, sang anak baru menyadari bahwa baju yang dikenakan ibunya adalah baju terakhir yang dibelikan oleh ayahnya, setelah 10 tahun lebih tak bersamanya tentu pakaian itu sekarang menjadi terlihat sempit dan lusuh.
Mereka duduk di salah satu meja restoran dan datanglah seorang pelayan menanyakan menu makanan yang hendak dipesan. Sang anak memberikan daftar menu, dan ia menunggu sang ibu memesan apa yang ia inginkan, sang ibu membaca daftar menu dan sesekali melirik kepada sang anak. Karena terlalu lama, sang anak akhirnya paham kalau ibunya mengalami kesulitan tak mampu lagi membaca tulisan di kertas itu. Ibunya sudah tua dan matanya tak bisa lagi melihat tulisan dengan jelas.
Si anak bertanya padanya,”Ibu, apakah engkau mau saya bacakan menunya?” Si Ibu segera mengiyakan dan berkata sambil tersenyum, “Ibu ingat sewaktu kau masih kecil dulu, ibu sering membacakan cerita untukmu saat menjelang tidur, sekarang kamu sudah besar, kamulah yang membantu ibu membaca.”
Maka sang anak membacakan menu untuknya, ia merasa senang bisa membacakan menu untuk ibunya sesekali ia menyarankan makanan enak yang mungkin Si Ibu belum pernah merasakan. Si Ibu mendengarkan dan memilih salah satu menu makanan yang dibacakan anaknya.
Tak seberapa lama datanglah makanan pesanan mereka. Si Anak karena sudah lapar mulai memakannya. Si Ibu belum menyentuh makanannya, ia hanya duduk memandang sang anak dengan tatapan bahagia teringat masa lalu saat ia menyiapkan dan menyuapi sang anak dahulu saat masih kecil. Karena rasa bahagianya bertemu sang anak, Si Ibu terlupa sesaat untuk memakan hidangan di depannya.
Saat kembali pulang dari restoran, Si Anak melihat ibunya begitu senang, ia pun bermaksud mengajak lagi ibunya keluar suatu waktu. "Apakah ibu senang? Bagaimana kalau kita mencari waktu lain untuk keluar jalan lagi?"
Ibunya menjawab dengan senyum gembira, "Tentu senang, nak. Ibu siap kapan saja selama kamu memiliki waktu.”
Hari-haripun berlalu dengan cepat, si anak sibuk dengan pekerjaan, sibuk dengan bisnisnya. Ia masih ingat janjinya untuk mengajak Si Ibu keluar jalan dan makan bersama. Tapi Ia masih menunda dahulu karena masih ada beberpa pekerjaan yang harus Ia selesaikan. Dan suatu hari terdengar kabar bahwa ibunya jatuh sakit. Setiap hari sakitnya kian parah, dan pada akhirnya Si Ibu meninggal. Si Anak tentu merasa sangat sedih dan menyesal karena ia tak sempat lagi mengajak ibunya untuk keluar jalan dan makan berdua seperti yang telah direncanakan sebelumnya.
Beberapa hari kemudian setelah ibunya meninggal, seorang seorang pria menelpon Si Anak. Ternyata telpon itu berasal dari restoran yang dulu Ia datangi bersama ibunya. Pria penelpon itu berkata,”Anda dan istri Anda memiliki kursi dan hidangan makan malam yang telah lunas.”
Tidak panjang lebar suatu malam merekapun berangkat ke restoran itu. Setiba disana, si pelayan mengatakan bahwa Si Ibu telah membayar lunas makanan untuk diri dan istrinya. Ibunya juga menitipkan sebuah surat yang berisi pesan untuk anaknya, "Anakku, sungguh ibu tahu bahwa ibu tak akan bisa hadir bersamamu untuk kedua kalinya, tapi saya telah berjanji padamu untuk selalu siap, maka Ibu telah memesan tempat dan makanan untukmu berdua bersama istrimu. Aku berharap istrimu bisa menggantikanku untuk menemanimu makan malam.”
Membaca pesan dari ibunya, si anak menangis dan tertunduk. Menyesali kesempatan dan waktu yang telah ia sia-siakan selama ini untuk bisa lebih banyak membahagiakan orang tuanya yang sangat berjasa dalam hidupnya.
Tetapi ketika istrinya bertanya lagi ia tidak bisa mengabaikannya karena ia melihat istrinya sudah mengambil posisi mengancam sambil memegang remote siap mematikan televisi. "Rasanya sudah lama sekali engkau tidak mengajak makan malam seorang wanita yang lain."
Sambil tersenyum suaminya bertanya "Siapa ya, dik? Rasanya tidak ada wanita lain selain kamu?"
Istrinya tersenyum sambil menjawab "Wanita lain yang saya maksud adalah ibumu, Mas. Wanita yang selalu sabar dan setia menyiapkan, menyuapi dan menemani makanmu saat masih kecil."
Jawaban istrinya membuat ia kaget karena selama pernikahan mereka yang sudah berusia 10 tahun lebih ia belum pernah mengunjungi ibunya. Kalaupun ingat ia paling hanya menelpon menanyakan kabar. Tidak pernah terpikir untuk bertemu, mengajak keluar jalan, atau meluangkan waktu untuk berbicara berdua.
Istrinya berkata lagi ”Selama kita menikah, rasanya tak pernah engkau mengunjungi ibumu walau sejenak saja, hubungi beliau dan ajaklah makan malam berdua, luangkan waktumu untuknya.” Suaminya terlihat bingung, tetapi ia menyetujui saran istrinya.
----------
Ibunya heran karena baru kali ini anaknya mengajaknya makan di luar, ”Anakku, apakah ibu tidak salah dengar?"
”Tidak, Bu.” Jawabnya singkat.
Berulang kali sang ibu bertanya untuk meyakinkan dirinya. "Mengherankan anakku! Ibu begitu tak percaya namun sangat bahagia mendengar kabarmu. Baiklah Ibu akan bersiap dan menunggumu di rumah."
Ibunya adalah seorang janda, ayahnya telah lama wafat, dan anak lelakinya teringat padanya setelah 10 tahun lebih pernikahannya. Hal tentu sangat membahagiakannya, karena telah begitu lama waktu yang ia lewati dalam kesendirian. Dan datanglah hari ini, hari dimana anaknya menghubunginya dan mengajaknya keluar jalan dan makan bersama. Seolah tak percaya, diapun sudah menyiapkan dirinya bersiap sebelum malam tiba. Tentu, dengan perasaan bahagia yang meluap-luap menanti kedatangan anaknya.
Ketika malam tiba, Si Ibu sudah tak sabar menunggu kedatangan anaknya, sesekali ia menengok jendela bila ada kendaraan yang lewat, mengira dan berharap anaknya telah tiba. Dan ketika sebuah mobil memasuki halaman rumahnya ia segera membuka pintu dan menuju teras menyambut sang anak yang dirindukannya. Wajah Si Ibu dipenuhi sinar kebahagiaan, Ia tertawa dan memberi salam pada sang anak, memeluk dan menciumnya sambil berkata, “Anakku, tidak ada seorang pun dari tetanggaku yang tidak mengetahui kalau aku akan keluar bersamamu malam ini, saya telah memberitahukan pada mereka semua, dan mereka menunggu ceritaku sepulang nanti.”
Merekapun segera berangkat, sepanjang jalan ibu dan anak saling bertukar cerita, penuh kebahagian menanyakan kabar dan mengenang hari-hari yang telah lalu.
Mereka duduk di salah satu meja restoran dan datanglah seorang pelayan menanyakan menu makanan yang hendak dipesan. Sang anak memberikan daftar menu, dan ia menunggu sang ibu memesan apa yang ia inginkan, sang ibu membaca daftar menu dan sesekali melirik kepada sang anak. Karena terlalu lama, sang anak akhirnya paham kalau ibunya mengalami kesulitan tak mampu lagi membaca tulisan di kertas itu. Ibunya sudah tua dan matanya tak bisa lagi melihat tulisan dengan jelas.
Si anak bertanya padanya,”Ibu, apakah engkau mau saya bacakan menunya?” Si Ibu segera mengiyakan dan berkata sambil tersenyum, “Ibu ingat sewaktu kau masih kecil dulu, ibu sering membacakan cerita untukmu saat menjelang tidur, sekarang kamu sudah besar, kamulah yang membantu ibu membaca.”
Maka sang anak membacakan menu untuknya, ia merasa senang bisa membacakan menu untuk ibunya sesekali ia menyarankan makanan enak yang mungkin Si Ibu belum pernah merasakan. Si Ibu mendengarkan dan memilih salah satu menu makanan yang dibacakan anaknya.
Tak seberapa lama datanglah makanan pesanan mereka. Si Anak karena sudah lapar mulai memakannya. Si Ibu belum menyentuh makanannya, ia hanya duduk memandang sang anak dengan tatapan bahagia teringat masa lalu saat ia menyiapkan dan menyuapi sang anak dahulu saat masih kecil. Karena rasa bahagianya bertemu sang anak, Si Ibu terlupa sesaat untuk memakan hidangan di depannya.
Saat kembali pulang dari restoran, Si Anak melihat ibunya begitu senang, ia pun bermaksud mengajak lagi ibunya keluar suatu waktu. "Apakah ibu senang? Bagaimana kalau kita mencari waktu lain untuk keluar jalan lagi?"
Ibunya menjawab dengan senyum gembira, "Tentu senang, nak. Ibu siap kapan saja selama kamu memiliki waktu.”
---------------
Hari-haripun berlalu dengan cepat, si anak sibuk dengan pekerjaan, sibuk dengan bisnisnya. Ia masih ingat janjinya untuk mengajak Si Ibu keluar jalan dan makan bersama. Tapi Ia masih menunda dahulu karena masih ada beberpa pekerjaan yang harus Ia selesaikan. Dan suatu hari terdengar kabar bahwa ibunya jatuh sakit. Setiap hari sakitnya kian parah, dan pada akhirnya Si Ibu meninggal. Si Anak tentu merasa sangat sedih dan menyesal karena ia tak sempat lagi mengajak ibunya untuk keluar jalan dan makan berdua seperti yang telah direncanakan sebelumnya.
Beberapa hari kemudian setelah ibunya meninggal, seorang seorang pria menelpon Si Anak. Ternyata telpon itu berasal dari restoran yang dulu Ia datangi bersama ibunya. Pria penelpon itu berkata,”Anda dan istri Anda memiliki kursi dan hidangan makan malam yang telah lunas.”
Tidak panjang lebar suatu malam merekapun berangkat ke restoran itu. Setiba disana, si pelayan mengatakan bahwa Si Ibu telah membayar lunas makanan untuk diri dan istrinya. Ibunya juga menitipkan sebuah surat yang berisi pesan untuk anaknya, "Anakku, sungguh ibu tahu bahwa ibu tak akan bisa hadir bersamamu untuk kedua kalinya, tapi saya telah berjanji padamu untuk selalu siap, maka Ibu telah memesan tempat dan makanan untukmu berdua bersama istrimu. Aku berharap istrimu bisa menggantikanku untuk menemanimu makan malam.”
Membaca pesan dari ibunya, si anak menangis dan tertunduk. Menyesali kesempatan dan waktu yang telah ia sia-siakan selama ini untuk bisa lebih banyak membahagiakan orang tuanya yang sangat berjasa dalam hidupnya.
----------
Penyesalan memang selalu datang di belakang, berbahagialah mereka yang masih diberi kesempatan membahagiakan orang tuanya. Mereka tidak mengharapkan harta yang berlimpah, mereka sudah bahagia bila mereka melihat si anak bahagia. Bagi yang tersentuh hatinya, kunjungi dan tengoklah orang tua anda, luangkan waktu lebih lama mengobrol dengan mereka. Hal itu akan sangat berarti dan membahagiakan buat mereka.
"Ya Tuhan, sayangi dan kasihi-lah orang tua kami seperti mereka menyayangi dan mengasihi kami pada waktu kecil."